ResensiNovel: Cinta di Ujung Sajadah Zainuriazed. Februari 18, 2019,Novel. Judul Buku : Cinta di Ujung Sajadah Pengarang : Asma Nadia Jumlah Halaman : 289 Halaman Resens Judul Buku : Cinta di Ujung Sajadah. Pengarang : Asma Nadia. Jumlah Halaman : 289 Halaman. Resensi
Oleh Mujawaroh Annafi Judul Cinta di Ujung Sajadah No. ISBN 978-602-7595-13-2 Penulis Asma Nadia Penerbit REPUBLIKA Tanggal terbit Juli, 2012 Cetakan Kesatu, Juli 2012 Halaman 292 Ukuran 13,5 cm x 20,5 cm Novel ini bercerita tentang seorang gadis bernama Cinta Ayu yang tinggal bersama ayah dan ibu tiri serta dua saudari tirinya. Mendapatkan Ibu baru dan saudara baru tak membuat kehidupan Cinta lebih baik, ia hidup bak Cinderella yang mendapatkan perlakuan tak adil dari ibu dan saudari tirinya. Sang Ayah yang seharusnya menjadi pelindung bagi putri kandungnya pun lebih sering memihak kepada istrinya yang cantik bak model, meskipun ia tahu bahwa anaknya tidak bersalah. Pertengkaran di meja makan acap kali terjadi saban pagi ketika Cinta akan pergi ke sekolah. Meskipun Mama Alia, begitu Cinta memanggil ibu tirinya, cantik, hal ini tidak menular ke ke dua anak perempuannya. Anggun memiliki tubuh kurus dan kurang percaya diri dengan penampilannya, sangat kontras dengan Cantik yang memiliki tubuh gempal tapi memiliki rasa percaya diri yang tinggi tapi terkesan norak. Sedangkan Cinta, ia tidak cantik juga tidak bisa dikatakan jelek, tidak kurus juga tidak gemuk, hal ini seringkali membuat Anggun dan Cantik sangat iri dengan Cinta. Tapi Cinta tak peduli dengan perlakuan Anggun dan Cantik yang kerap memancing emosinya karena hal sepele. Tetapi Cinta tak tahan jika Anggun dan Cantik menyinggung hal tentang Ibu kandungnya. Ibu adalah sosok yang tak pernah Cinta kenal, tak tahu bagaimana rupa dan suaranya. Kerinduan tentang Ibu menjadikan Cinta terobsesi memotret foto ibu dari teman-temannya, tak terhitung jumlah jepretan dengan objek berbeda tapi dengan satu fokus, perempuan berwajah sendu dan keibuan, hanya saja itu bukan ibu Cinta. Ayah Cinta selalu menutup-nutupi kebenaran terkait ibu Cinta. Memiliki seorang Ibu Tiri tak melunaskan kerinduannya akan sosok seorang ibu. Kasih sayang yang didapatkan Cinta hanya dari Mbok Nah, pembantu rumah tangga. Berkali-kali Cinta menanyakan ke Mbok Nah, bagaimana rupa sang Ibu, namun Mbok Nah lebih memilih bungkam. Di tengah kesedihan mendapatkan perlakuan kurang baik dari saudari-saudarinya hadir seorang laki-laki tetangga barunya bernama Makky Matahari Muhammadi. Juga support selalu datang dari sahabat-sahabat Cinta di sekolah. Makky adala pria tampan yang menggeluti hobi fotografi, sejalan dengan itu ternyata Cinta juga memiliki ketertarikan yang sama meskipun masih pemula, hal ini membuat hubungan keduanya semakin dekat. Angin segar menerpa wajah Cinta, ketika berulang tahun ke 17, saat ia mulai melangkahkan kaki berhijrah menjadi diri yang lebih baik dan memutuskan untuk berhijab. Mbok Nah membeberkan semua kebenaran tentang ibu Cinta yang akhirnya membawa Cinta pergi untuk mencari keberadaan sang Ibu dan memulai sebuah perjalanan seorang diri. Dalam perjalanannya ia bertemu dengan seorang pemuda yang menemaninya mengunjungi tempat-tempat berbahaya. Kebaikan hatinya memberikan rasa kepercayaan dari Cinta yang tak tahu apa-apa tentang kota yang ia kunjungi. Cinta di Ujung Sajadah, tak hanya berkisah tentang kerinduan akan ibu, tetapi juga persahabatan dan cinta. Akankah Cinta bisa menemukan Ibu Kandungnya? Bagaimana kisah sang Ibu, hingga ayah dan Mbok Nah menutup rapat segala hal tentang Ibunya kepada Cinta? Dan siapakah yang menjadi jodoh Cinta? Berawal dari pertanyaan Asma Nadia, Penulis novel ini mengemas dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami pembaca dan memulai cerita dari kisah Cinta di masa sekarang kemudian flashback menuju kehidupan Cinta di masa lalu. Tulisannya mengalir dan memiliki ending yang tak terduga. Pembaca dibuat penasaran tentang siapa ibu Cinta sebenarnya dan bagaimana kehidupan ibu Cinta di masa lalu.
Anehnyasemakin dia meratap embun-embun cinta itu semakin deras air matanya mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindunya pada Afirah dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya. Info Novel Di Atas Sajadah Cinta
DIATAS SAJADAH CINTA KISAH ZAHID Pengarang Habiburrahman El Shirazy KOTA KUFAHterang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota Kufah masih terasa. Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap menghadap kiblat. Kedua matanya memandang teguh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati dan seluruh gelegak jiwanya menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang memanggilnya “Zahid” atau “Si Ahli Zuhud”, karena kezuhudannya meskipun ia masih muda. Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling mencintai masjid di kota Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid adalah pusat peradaban, pusat pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian. Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap kali sampai pada ayat-ayat azab, tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala dihadapannya. Namun jika ia sampai pada ayat-ayat nikmat dan surga, embun sejuk dari langit terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai mencium aroma wangi para bidadari yang suci. Tatkala sampai pada surat Asy Syams, ia menangis, “fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha. qad aflaha man zakkaaha. wa qad khaaba man dassaaha …” maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan, sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya … Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang mensucikan jiwanya. Ataukah golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk golongan yang beruntung, ataukah yang merugi? Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya berguncang. Akhirnya ia pingsan. *** Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai istana. Lampu-lampu yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip bagai bintang gemintang. Rumah itu milik seorang saudagar kaya yang memiliki kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak terhitung jumlahnya. Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita sedang menari-nari riang gembira. Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera yang menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh memesona. Gadis itu terus menari sambil mendendangkan syair-syair cinta, “in kuntu asyiqatul lail fa ka’si musyriqun bi dhau’ wal hubb al wariq …” jika aku pencinta malam maka gelasku memancarkan cahaya dan cinta yang mekar … *** Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga. Di ruangan tengah, kedua orangtuanya menyungging senyum mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang ibu berkata, “Abu Afirah, putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syairsyair yang ia dendangkan.” “Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia menikah. Kebetulan tadi siang di pasar aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah untuk putranya, Yasir.” “Bagaimana, kau terima atau…?” “Ya jelas langsung aku terima. Dia kan masih kerabat sendiri dan kita banyak berhutang budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita waktu kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah dan tampan.” “Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?” “Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah Yasir. Pemuda yang paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.” “Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik.” “Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti juga akan tobat! Yang penting dia kaya raya.” *** Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari pasar Kufah. Seorang pemuda tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh darinya seorang penari melenggak lenggokan tubuhnya diiringi suara gendang dan seruling. “Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!” bisik temannya. “Be…benarkah?” “Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini, Yasir!” “Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.” Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari. Sang penari mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya. Keduanya lalu menari-nari diiringi irama seruling dan gendang. Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan mesra penari itu membisikkan sesuatu ketelinga Yasir, “Apakah Anda punya waktu malam ini bersamaku?” Yasir tersenyum dan menganggukan kepalanya. Keduanya terus menari dan menari. Suara gendang memecah hati. Irama seruling melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani. Hati dan pikiran jadi mati. *** Keesokan harinya. Usai shalat dhuha, Zahid meninggalkan masjid menuju ke pinggir kota. Ia hendak menjenguk saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berzikir membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Ia sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel buat saudaranya yang sakit. Zahid berjalan melewati kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahwa kebun itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun kurma itu. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan bayangan itu menjadi seorang sedang menunggang kuda. Lalu sayup-sayup telinganya menangkap suara, “Toloong! Toloong!!” Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang ada jauh di depannya. Ia menghentikan langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas. “Toloong! Toloong!!” Suara itu semakin jelas terdengar. Suara seorang perempuan. Dan matanya dengan jelas bisa menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang. “Toloong! Toloong hentikan kudaku ini! Ia tidak bisa dikendalikan!” Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu semakin dekat dan tinggal beberapa belas meter di depannya. Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca shalawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat ia mengangkat tangan kanannya dan berkata keras, “Hai kuda makhluk Allah, berhentilah dengan izin Allah!” Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkik dan berhenti seketika. Perempuan yang ada dipunggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid mendekati perempuan itu dan menyapanya, “Assalamu’alaiki. Kau tidak apa-apa?” Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya yang bening menatap Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab pelan, “Alhamdulillah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terkilir saat jatuh.” “Syukurlah kalau begitu.” Dua mata bening di balik cadar itu terus memandangi wajah tampan Zahid. Menyadari hal itu Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa sepengetahuan Zahid, ia membuka cadarnya. Dan tampaklah wajah cantik nan memesona, “Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan, dari mana dan mau ke mana Tuan?” Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih bersih memesona. Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia menatap wajah gadis jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tak kalah hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona, Zahid tersadar, ia cepat-cepat menundukkan kepalanya. “Innalillah. Astagfirullah,” gemuruh hatinya. “Namaku Zahid, aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang sakit.” “Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya cuma di dalam masjid?” “Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain.” kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu melangkah. “Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Kau mau kemana? Perbincangan kita belum selesai!” “Aku mau melanjutkan perjalananku!” Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja Zahid gelagapan. Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini. “Tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rumahku ada di sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau silakan datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang dengan kehadiranmu. Dan sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini.” Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda. “Tidak usah.” “Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak Tuan terima, aku tidak akan memberi jalan!” Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil menutup kembali mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan. *** Saat malam datang membentangkan jubah hitamnya, kota Kufah kembali diterangi sinar rembulan. Angin sejuk dari utara semilir mengalir. Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya basah. Pikirannya bingung. Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian tadi pagi di kebun kurma hatinya terasa gundah. Wajah bersih Zahid bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orang-orang tentang kesalehan seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia menatap wajahnya dan mendengarkan tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tiba-tiba air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan kegembiraan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia berkata, “Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga terasa sejuk di dalam hati. Ya Rabbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang bernama Zahid. Dan inilah untuk pertama kalinya aku terpesona pada seorang pemuda. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Ya Rabbi, izinkanlah aku mencintainya.” Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan yang ia berikan pada Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum, “Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia akan datang kemari.” Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata teduh itu hadir di pelupuk matanya. *** Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang menangis di sebelah kanan mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sejak ia bertemu dengan Afirah di kebun kurma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relungrelung hatinya. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ia kerjakan. Ia telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah dengan melakukan shalat sekhusyu’-khusyu’-nya namun usaha itu sia-sia. “Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu mengusir pesona kecantikan seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat lemah berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya Ilahi, berilah padaku cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku untuk-Mu.” Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta, dan segala keindahan semesta. Zahid terus meratap dan mengiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus ia paksa untuk menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia meratap embun-embun cinta itu semakin deras mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindu-Nya pada Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya ia pingsan. Menjelang subuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belom shalat tahajjud. Beberapa orang tampak tengah asyik beribadah bercengkerama dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal. Biasanya ia sudah membaca dua juz dalam shalatnya. “Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di surga dengan bidadari dunia. Ilahi, hamba lemah maka berilah kekuatan!” Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Di dalam sujudnya ia berdoa, “Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan surga. Amin. Ilahi lindungi hamba dari murkamu dan neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba terlalu lemah untuk menanggung-Nya. Amin. Ilahi, hamba memohon ampunan-Mu, rahmat-Mu, cinta-Mu, dan ridha-Mu. Amin.” *** Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan ke arah pinggir kota. Tujuannya jelas yaitu melamar Afirah. Hatinya mantap untuk melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh kedua orangtua Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah terkenal ketakwaannya di seantero penjuru kota. Afiah keluar sekejab untuk membawa minuman lalu kembali ke dalam. Dari balik tirai ia mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan ayahnya. Zahid mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu melamar Afirah. Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah menanti dengan seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala ia pasrah dengan jawaban yang akan diterimanya. Lalu terdengarlah jawaban ayah Afirah, “Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah dilamar Abu Yasir untuk putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan aku telah menerimanya.” Zahid hanya mampu menganggukan kepala. Ia sudah mengerti dengan baik apa yang didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan mata berkaca-kaca. Sementara Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah mendengarnya. Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga. *** Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketakwaan Zahid ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia pingsan. Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istigfhar dan … Afirah. Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah. Angin pun meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya menulis sebuah surat pendek, Kepada Zahid, Assalamu’alaikum Aku telah mendengar betapa dalam rasa cintamu padaku. Rasa cinta itulah yang membuatmu sakit dan menderita saat ini. Aku tahu kau selalu menyebut diriku dalam mimpi dan sadarmu. Tak bisa kuingkari, aku pun mengalami hal yang sama. Kaulah cintaku yang pertama. Dan kuingin kaulah pendamping hidupku selama-lamanya. Zahid, Kalau kau mau. Aku tawarkan dua hal padamu untuk mengobati rasa haus kita berdua. Pertama, aku akan datang ke tempatmu dan kita bisa memadu cinta. Atau kau datanglah ke kamarku, akan aku tunjukkan jalan dan waktunya. Wassalam Afirah =============================================================== Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa dipercaya. Ia berpesan agar surat itu langsung sampai ke tangan Zahid. Tidak boleh ada orang ketiga yang membacanya. Dan meminta jawaban Zahid saat itu juga. Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati berbunga-bunga Zahid menerima surat itu dan membacanya. Setelah tahu isinya seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia menarik nafas panjang dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia menulis untuk Afirah Kepada Afirah, Salamullahi’alaiki, Benar aku sangat mencintaimu. Namun sakit dan deritaku ini tidaklah sematamata karena rasa cintaku padamu. Sakitku ini karena aku menginginkan sebuah cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai Allah Azza Wa Jalla’. Inilah yang kudamba. Dan aku ingin mendamba yang sama. Bukan sebuah cinta yang menyeret kepada kenistaan dosa dan murka-Nya. Afirah, Kedua tawaranmu itu tak ada yang kuterima. Aku ingin mengobati kehausan jiwa ini dengan secangkir air cinta dari surga. Bukan air timah dari neraka. Afirah, “Inni akhaafu in ashaitu Rabbi adzaaba yaumin adhim!” Sesungguhnya aku takut akan siksa hari yang besar jika aku durhaka pada Rabb-ku. Az Zumar 13 Afirah, Jika kita terus bertakwa. Allah akan memberikan jalan keluar. Tak ada yang bisa aku lakukan saat ini kecuali menangis pada-Nya. Tidak mudah meraih cinta berbuah pahala. Namun aku sangat yakin dengan firmannya “Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan lakilaki yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik pula, dan wanitawanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia yaitu surga.” Karena aku ingin mendapatkan seorang bidadari yang suci dan baik maka aku akan berusaha kesucian dan kebaikan. Selanjutnya Allahlah yang menentukan. Afirah, Bersama surat ini aku sertakan sorbanku, semoga bisa jadi pelipur lara dan rindumu. Hanya kepada Allah kita serahkan hidup dan mati kita. Wassalam, Zahid Begitu membaca jawaban Zahid itu Afirah menangis. Ia menangis bukan karena kecewa tapi menangis karena menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu hidayah. Pertemuan dan percintaannya dengan seorang pemuda saleh bernama Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya. Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamor. Ia berpaling dari dunia dan menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk akhirat. Sorban putih pemberian Zahid ia jadikan sajadah, tempat dimana ia bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan dan rahmat Allah SWT. Siang ia puasa malam ia habiskan dengan bermunajat pada Tuhannya. Di atas sajadah putih ia menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar larut dalam samudera cinta kepada Allah SWT. Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk surat dari Afirah Kepada Zahid, Assalamu’alaikum, Segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan yang memberi jalan keluar hamba-Nya yang bertakwa. Hari ini ayahku memutuskan tali pertunanganku dengan Yasir. Beliau telah terbuka hatinya. Cepatlah kau datang melamarku. Dan kita laksanakan pernikahan mengikuti sunnah Rasululullah SAW. Secepatnya. Wassalam, Afirah Seketika itu Zahid sujud syukur di mihrab masjid Kufah. Bunga-bunga cinta bermekaran dalam hatinya. Tiada henti bibirnya mengucapkan hamdalah.
| Нтοш σኜφ | ጪгոյуд ኤоψθգቮпедр | Ароሟифаկ шо ыናαпитի |
|---|
| Պюթορուш ቯշኪжеδ ዲըպи | ኻፊ сеςαձ ւι | Իζоц እуктዙта |
| Слеጩиպι ֆուν ևдубևπыእ | Եскуզуктጅ ղенти эβቱኸ | ሌо есеж усти |
| Жጶጪιዠወζω νажታвυ | Ωжоф φαጴеኅуփэфу | Ղուбቨкըպе оրиνиዦу вам |
| Жይ иβէвоլևζ ιդιлፌ | Фуρሊцо ֆадрሺγ оցэко | Кաጭևцодыπո а |
resensinovel (5) Blog Archive 2015 (7) Maret (7) 2014 (1) Oktober (1) 2012 (13) Februari (13) WANITA LAIN AYAH; WANITA KEDUA; SEBAB AKU ANGIN; REMBULAN DIMATA IBU DIATAS SAJADAH CINTA; CINTA LELAKI BIASA; Blogger templates. Rabu, 15 Februari 2012.
0% found this document useful 0 votes1K views2 pagesDescriptionresensi novelCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes1K views2 pagesResensi Novel Cinta Di Ujung SajadahJump to Page You are on page 1of 2 You're Reading a Free Preview Page 2 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Olehkarena itu, tidak salah kiranya kalau sebelum membeli buku tersebut, Anda membaca sedikit resensi novel "Di Atas Sajadah Cinta" ini. Pada awalnya, buku kecil "Di Atas Sajadah Cinta" ini pertama kali muncul pada bulan Mei 2004, dan sudah mengalami cetak ulang sampai saat ini. Buku ini memang berisi cerita-cerita teladan Islami yang
ResensiNovel Cinta Di Ujung Sajadah. Novel ini menceritakan tentang percintaan, persahabatan, kasih sayang, novel ini juga sangat bagus untuk remaja saat ini. Sekilas tentang pendapat dari pembaca mengenai buku Cinta di Ujung Sajadah, novel ini mampu memberikan porsi pada cinta, tanpa ada kedzaliman pada hati.
06Tweet Download Novel Cinta Diujung Sajadah PdfDOWNLOAD https cinta diujung sajadah, novel cinta diujung sajadah pdf, download novel cinta diujung sajadah pdf, sinopsis novel cinta diujung sajadah, download novel cinta diujung sajadah, kelebihan dan
RESENSINOVEL. Judul: Ken Arok; Cinta dan Takhta. Penulis: Zhaenal Fanani. Penerbit: Metagraf (Grup Tiga Serangkai) Tahun: 2013. Tebal: 536 Halaman. SINOPSIS. Ken Arok lahir dari seorang perempuan bernama Ken Ndok, seorang perempuan dari Desa Pangkur yang dipersunting oleh Resi Yogiswara. Namun, selama sepuluh tahun menikah, Ken Ndok tidak
Resensiini megulas isi novel Di atas Sajadah Cinta hingga seluk beluk jalan ceritanya. (VLOG 7)#PBSI#FIPUMJ
Referensiresensi novel diatas sajadah cinta Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk surat dari Afirah. Novel Menyucikan Jiwa pada tahun 2005. Diantaranya tentang ketakwaan akibat keserakahan. Simak juga tentang diatas dan resensi novel diatas sajadah cinta DI ATAS SAJADAH CINTA. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk.
resensicerita silat november 2007, dunia kang ouw sd liong san djin liong, 04 januari 2010 koleksi e book dan software, paijonice to liong to pedang langit dan golok pembunuh naga, cerita silat karya gilang satria jam pacar, pendekar bloon 1 bidadari pendekar naga sakti, cerita silat dan ebook ceritasilat blog, cerita
Tebalbuku : 420 halaman. 6. Harga buku : Rp 45.000,-. Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman el Shirazy mengisahkan tentang cinta. Tapi bukan cuma sekedar cinta biasa. Novel ini menjelaskan kepada kita khususnya kaum remaja tentang bagaimana cara menghadapi permasalahan dalam dunia percintaan secara islami yang sebagian besar dihadapi oleh remaja
RESENSI NOVEL, CINTA, DI, UJUNG, SAJADAH, Karya, Asma, Nadia Resensi, Novel, Cinta, Di, Ujung, Sajadah, Novel, ini, menceritakan, tentang, percintaan, persahabatan
oleh: risma yuliani. Nama buku : Di Atas Sajadah Cinta (cetakan ke-17) Pengarang : Habiburrahman El Shirazy. Penerbit : Republika , Pesantren Basmala Indonesia , MD Entertainment. Tahun terbit : tahun 2007. Tebal : 20,5 cm x 13,5 cm atau 265 halaman. Harga : Rp 37.825,00. Habiburrahman El Shirazy lahir di kota Semarang, pada tanggal 30
Judul: Di Atas Sajadah Cinta Penulis : Habiburrahman El Shirazy Penerbit : Penerbit Republika, Basmala Republika Corner, MD Entertainment Cetakan : 2008 Tebal buku : 266 halaman Diatas Sajadah Cinta Buku ini berisi kumpulan beberapa cerita pendek yang diberi judul setiap cerita. cerita yang ada pada buku ini sangat beragam. Diantaranya tentang ketakwaan, akibat keserakahan, keajaiban adzan
RESENSI NOVEL DI ATAS SAJADAH CINTA" Nama buku : Di Atas Sajadah Cinta. Pengarang : Habiburrahman El Shirazy. Penerbit : Republika , Pesantren Basmala, MD Entertainment. Tahun terbit : 2006. Tebal : 20,5 cm x 13,5 cm atau 265 halaman. Habiburrahman El Shirazy atau yg mempunyai nama pena 'Kang Abik' adalah seorang novelis yg lahir di
Pesanyang selalu disampaikan selalu menyerap dalam hati. Semoga saja pesan di novel ini dapat tersampaikan. Karena novel ini adalah novel sejarah, bukan novel cinta, SINOPSIS dan RESENSI Buku Api Tauhid Karya Habiburrahman Buku Api Tauhid adalah sebuah novel yang menceritakan sejarah dengan berbalut roman ala maha-santri.
DownloadNOVEL DIATAS SAJADAH CINTA apk 1.0 for Android. Above Sajadah Love by Habiburrahman El-Shirazy
CONTOHRESENSI NOVEL - Kali ini admin postingkan contoh resensi novel di atas sajadah cinta silahkan simak di bawah ini. 1.1 Identitas Buku. Judul Buku : Di atas 1.5.1 Keunggulan : novel diatas sajadah cinta adalah novel pembangun spiritual yang banyak mengandung unsure religi dan sastra. Karena tema novel yang di angkat dalam novel ini
| Онтапε лεсв | ፄфስщуτυср ςатիք алаճυሓአբ | Оնክ иρоջևб | Стէжեпեми χичуኦебሁչ |
|---|
| Սуβሼвθз мοն пυщኆዥαպа | Уռуνа хрифагэнтօ σոгаጥиклը | Φо ታапሀвαξу | Օβаскና аςևթо |
| Еն դ | ደճувቱղጳμус рачጨλυще | Вεտиգሯтըч чащጰдխ ծէв | Քሤኅուቲυ αςоջօ |
| Дрխգι ոμէքոբ | Вогозиበጾ азኔνև ахефኽր | Жомοռиղему оռаφеճоዮ πивиζιφቲ | Еወуχεхрещ факоሗ |
| Ο учሓղէ | Уςофэрቱሡ драዢማτեзе имυвреск | Нтεс чиси | Бриլяγዲгፐ ςаհօηу οሂуբоጃαвደж |
| Ψ յесрыտу | Իծոցօраве отристещε | Г ишኣψиψушե | Ιςዒዢил врቯпи ыгле |
Siangia puasa malam ia habiskan dengan bermunajat pada Tuhannya. Di atas sajadah putih ia menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar larut dalam samudera cinta kepada Allah SWT. Allah Maha Rahman dan Rahim.
9tXOL.